Umat Hindu Rayakan Hari Saraswati

DENPASAR – Sehari setelah perayaan Siwaratri, hari perenungan dosa, umat Hindu di Bali, Sabtu kembali merayakan hari suci Saraswati, hari lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Pelajar putra-putri dari semua jenjang pendidikan di Pulau Dewata dengan mengenakan busana adat khas Bali, didominasi warna putih mengadakan persembahyangan bersama di sekolahnya masing-masing.

Para pelajar mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah umum (SMU), hingga perguruan tinggi tidak melakukan proses belajar mengajar guna merayakan Hari Raya Saraswati.

Hari Raya Saraswati kali ini jatuh secara beruntun setelah sehari sebelumnya Hari Raya Siwaratri yang juga dilakukan dengan mengadakan persembahyangan sambil puasa tidur semalam suntuk.

Sebagaimana diwartakan situs daring antaranews.com, 12 Januari 2013, hari lahirnya iptek itu merupakan hari istimewa bagi umat Hindu, khususnya para siswa dan mahasiswa, terlihat dari kesungguhan mereka memperingati hari yang jatuh setiap enam bulan (210 hari) sekali, tutur Ketua Program Studi Pemandu Wisata Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dr. I Ketut Sumadi.

Patung Dewi Saraswati, wanita cantik seperti umumnya dipajangkan di halaman masing-masing sekolah di Bali merupakan lambang dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi buruan dari setiap umat manusia.

“Wanita cantik” yang penuh arti simpati dan berwibawa, memiliki empat tangan masing-masing memegang keropak (mendalami ilmu pengetahuan), bunga teratai (lambang kesucian), genitri (belajar seumur hidup), serta alat musik (ilmu pengetahuan itu indah dan berirama).

Ilmu pengetahuan itu diibaratkan air yang terus mengalir tidak terbendung. Jika ada orang setelah belajar menjadi merasa pintar, dan berhenti belajar, padahal masih banyak yang harus dipelajari dan menyerahkan ilmu yang dimiliki kepada Dewi Saraswati agar pemiliknya menjadi penuh wibawa, jauh dari keegoisan dan kesombongan.

Oleh sebab itu, pusaka-pusaka suci dan buku-buku yang disucikan diupacarai. Persembahyangan dan berbagai prosesi ritual piodalan “Sanghyang Saraswati” dilaksanakan sebelum matahari condong ke barat.

Hari suci untuk memuja Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa sebagai penguasa, pencipta, serta pemelihara ilmu pengetahuan. Rangkaian janur, bunga kombinasi aneka jenis kue dan buah-buahan dipersembahkan sebagai simbul rasa terima kasih ke hadapan-Nya atas semua iptek yang diturunkan kepada umat manusia.

“Pelaksanaan pemujaan sebelum matahari condong ke barat, sesuai kepercayaan, bahwa kalau matahari telah condong ke barat, maka yang dipuja itu hanya aksara atau huruf semata,” tutur Jero Mangku Semadi.

Namun, saat mahahari di sebelah timur yang dipuja adalah “aksara yang hidup”, orang Bali menyebut dengan nama Ongkara, aksara suci melambangkan Ida Sanghyang Widhi.

Pada malam hari hingga subuh, diisi dengan pembacaan serta mendiskusikan masalah ilmu pengetahuan dan keesokan harinya Minggu (13/1), dilanjutkan dengan “Banyupinaruh”, yakni menyucikan dan menyempurnakan diri dengan ilmu pengetahuan, anugrah dari Ida Sanghyang Widhi Wasa.

“Banyupinaruh itu dilakukan dengan mandi sekaligus mencuci rambut di laut pada pagi hari sebelum matahari terbit. Umat Hindu di Bali melakukan tradisi itu secara turun-temurun dan penuh keyakinan, tutur Dr. Jero Mangku Semadi.

Akal Pikiran Manusia

Ilmu pengetahuanlah yang mampu mengembangkan akal pikiran manusia sehingga mampu menjadi makluk yang paling utama di antara semua makluk hidup penghuni jagat raya ini.

Ilmu pengetahuan merupakan kekayaan yang kekal abadi meski hidup miskin harta benda, bisa berbesar hati dengan ilmu pengetahuan yang berhasil melahirkan berbagai teknologi canggih.

Sikap dan tingkah laku yang lahir dari penghayatan dan pengamalan ilmu pengetahuan suci membuat seseorang dikenal sebagai orang mulia, termasyur. Orang yang berilmu, air mukanya selalu cerah, tenang serta bijaksana sehingga hidupnya tentram dan damai.

Jero Mangku Sumadi menjelaskan bahwa tidak ada sesuatu dalam dunia ini dapat menyamai kesucian ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan menentukan merah-birunya kehidupan. Oleh sebab itu, memang logis leluhur orang Bali mengajarkan tentang Hari Saraswati, hari lahirnya dan memuliakan ilmu pengetahuan.

Pada Hari Saraswati itu sekaligus melakukan introspeksi diri, sejauh mana kemajuan ilmu yang dimiliki telah membuat kehidupan ini lebih baik. Pada Hari Saraswati itu pula mesti ingat kembali pada ajaran “Sapta Timira”, tujuh hal yang membuat pikiran manusia menjadi gelap.

Salah satunya adalah “guna” (kepandaian) yang dapat menyebabkan kegelapan dalam hidup jika kepandaian dari belajar ilmu pengetahuan tidak diamalkan berdasarkan Dharma (kebaikan).

Demikian pula, lembaga pendidikan sebagai wahana menimba ilmu pengetahuan, pada Hari Saraswati itu perlu melakukan evaluasi, sejauh mana telah berperan sebagai jembatan transformasi ilmu pengetahuan.

Apakah proses belajar mengajar yang dilakukan selama ini mampu menanamkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan dalam kehidupan masyarakat sehingga orang tua tidak acuh tak acuh terhadap bagi putra-putrinya.

Demikian pula, orang Bali pada Hari Saraswati itu membiasakan diri melakukan “Dana Punia”, yakni memberikan bantuan secara ikhlas kepada mereka yang terhempas dalam dunia pendidikan.

Pemberian “Beasiswa Dewi Saraswati” itu sangat penting artinya dalam menyukseskan pendidikan bagi setiap anak didik dalam era globalisasi dewasa ini, harap Ketut Sumadi.


Posted

in

by

Tags: