Taman Baca Sari Sandu, Pulau Rote

TBMTaman Bacaan Sari Sandu di Kota Ba’a, Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, begitu populer di kalangan masyarakat setempat. Letaknya berdampingan dengan yayasan yatim piatu.

Setiap hari, 50-100 warga, sebagian besar anak-anak, datang ke sana untuk membaca. Keberadaan taman bacaan itu sebagai upaya mencerdaskan generasi muda di pulau terpencil yang berbatasan dengan negara tetangga, Australia.

Taman bacaan itu beroperasi pertengahan 2011 atas inisiatif beberapa orang. Mereka, antara lain, Yandris Nggebu, Miraden Patola, PNS di Kantor Bappeda Rote Ndao; Devi Bessy, dan Milan Patola. Semuanya warga asli Rote. Devi dan Milan sebagai pengajar matematika dan bahasa Inggris bagi anak-anak di taman bacaan itu setiap Senin dan Kamis sore.

Yakoba Elim Kiak Nggebu (60), penjaga Taman Bacaan Sari Sandu (TBSS), di Ba’a, ibu kota kabupaten, Senin (3/12), mengatakan, sumber daya manusia di Rote, sebagai pulau terluar selatan Indonesia, masih jauh tertinggal.

Sejumlah generasi muda di pulau itu selalu tersandung masalah penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) di perairan Australia dan penyelundupan imigran ke Australia. Selain itu, mereka juga dinilai kerap mengabaikan tradisi sadap lontar, bermental pemalas, dan suka mabuk-mabukan. ”Beberapa anak muda sampai hari ini masih ditahan di Australia,” kata Yakoba.

”Pulau Rote, Ndao, Ndana, Batek, dan pulau-pulau lain di selatan Indonesia masuk pulau terpencil, jauh dari pusat provinsi NTT, Kupang. Di sini tidak ada perpustakaan daerah, perpustakaan sekolah, taman bacaan, ataupun pusat bacaan lain. Kondisi ini mendorong kami menghadirkan taman bacaan ini,” kata Yakoba.

Lengkap

Sosialisasi TBSS melalui gereja dan masjid setempat agar generasi muda, mahasiswa, pelajar, petani, peternak, pedagang, PNS, dan kalangan mana saja dapat memanfaatkan TBSS. Buku-buku yang tersedia cukup lengkap, antara lain bacaan anak-anak, seperti cerita rakyat, dongeng, mata pelajaran, novel, puisi, cerpen, serta buku-buku pertanian, peternakan, ilmu politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Hanya buku-buku itu belum ditata sesuai kategori, jenis bacaan, dan bidang-bidangnya. Tempat membaca pun masih terbatas sehingga anak-anak harus berdiri selama membaca.

”Kami masih kekurangan banyak. Tetapi, dengan kondisi ini saja, banyak pihak sudah senang. Lebih baik kami memulai dari keterbatasan daripada tidak ada sama sekali,” kata Yakoba.

Hari Senin dan Kamis, anak-anak datang mengikuti pendidikan bahasa Inggris dan matematika secara cuma-cuma. Dua ibu guru dengan spesialisasi bahasa Inggris dan matematika memberikan pelajaran tambahan di taman bacaan itu sekaligus memberikan tugas kepada peserta. Jumlah peserta sekitar 50 orang.

Para peserta, pembaca, dan peminjam buku tidak dipungut biaya sama sekali. Daya beli masyarakat masih sangat rendah. Yang terpenting, melalui TBSS mereka dapat pengetahuan baru, mengubah pola pikir, dan mengubah tata cara bertani, beternak, belajar, dan lainnya.

Yakoba menuturkan, dalam waktu dekat diadakan kursus musik sasando bagi generasi muda dan menganyam topi tilangga khas Rote Ndao. Alat musik khas Rote ini hanya dikenal kalangan tertentu saja.

Pengelola TBSS pun berencana memanfaatkan TBSS untuk menghapus buta aksara di Rote Ndao. Kini, masih ada ribuan warga Rote Ndao yang tidak tahu menulis dan membaca.

Belum ada buku daftar nama pengunjung, sumbangan, besar sumbangan, dan lainnya. Peminjam buku pun hanya berdasarkan sikap saling percaya. Buku-buku itu disumbang Andy F Noya (pembawa acara Kick Andy), Sarah Lery Mboeik (anggota DPD), dan sejumlah dermawan lain.

”Kami adakan program yang disebut gerakan 1.000 buku. Siapa saja yang ingin menyumbang buku, majalah, atau koran apa saja, kami terima. Buku-buku ini memiliki nilai sangat istimewa sebagai investasi sumber daya generasi muda Rote Ndao ke depan,” katanya.

Mikel Tambuwun, Pemimpin Panti Asuhan Rumah Hati Bapa Rote Ndao, yang letaknya berdampingan dengan TBSS, mengatakan, 15 anak yatim yang tinggal di panti itu pun memanfaatkan TBSS untuk belajar dan membaca. Anak-anak panti itu memiliki keterbatasan, antara lain cacat dan lemah daya ingat.

Tiga pengasuh di panti itu setiap pagi dan sore hari mengantar anak-anak tersebut ke TBSS untuk membaca, menulis, dan menghitung, serta belajar kreasi lainnya. Anak-anak sangat senang. Kebanyakan mereka tidak mengikuti pendidikan formal sehingga memanfaatkan TBSS untuk belajar.

Fitri Nggebu (12), salah satu siswi SMP 2 Kota Ba’a, juga pengunjung di perpustakaan itu, mengatakan, jika ada tugas dari sekolah, dia selalu memanfaatkan TBSS untuk mengerjakan tugas-tugas itu. Buku-buku cukup tersedia kecuali tugas kliping koran. Di TBSS belum ada koran atau majalah bekas, seperti Harian Pos Kupang, Timor Express, Victory News, Bobo, Kawanku, dan Donal Bebek.

”Lebih baik kalau pengelola menyediakan juga air minum atau makanan ringan lain atau mesin fotokopi. Untuk meningkatkan kualitas TBSS, pengunjung dapat membayar tetapi sesuai kemampuan anak-anak, seperti Rp 500 atau Rp 1.000 per pengunjung. Zaman sekarang tidak ada yang gratis lagi,” kata Fitri.

Siswi yang bercita-cita menjadi dokter ini mengaku sangat bangga dengan kehadiran TBSS. Melalui sarana itu, ia bisa bertemu dengan berbagai teman atau sahabat dari sejumlah sekolah.

Tokoh masyarakat Ba’a, Abia Mandala (69), mengatakan, TBSS itu seharusnya mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Rote Ndao. Namun, sejak dioperasikan, belum ada pejabat daerah yang berkunjung ke TBSS itu. Padahal, di sana terdapat interaksi yang sangat menarik di antara berbagai kelompok anak dari sejumlah sekolah, suku, kecamatan, dan desa.

”Sejak dioperasikan pertengahan 2011, baru anak-anak usia sekolah dasar dan menengah yang memanfaatkan TBSS itu, termasuk di antaranya beberapa mahasiswa Universitas Nusa Lontar Rote Ndao. TBSS mempersilakan juga guru-guru, PNS, masyarakat umum menggunakan taman bacaan itu. TBSS tidak tertutup bagi kalangan tertentu saja,” kata Abia.

Peran taman bacaan itu seakan menggantikan perpustakaan di daerah ini. Kehadirannya mendapat perhatian masyarakat luas meskipun TBSS belum diresmikan pemerintah daerah setempat.(KORNELIS KEWA AMA)

*)Kompas, 15 Desember 2012

Taman Bacaan Sari Sandu di Kota Ba’a, Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, begitu populer di kalangan masyarakat setempat. Letaknya berdampingan dengan yayasan yatim piatu.Setiap hari, 50-100 warga, sebagian besar anak-anak, datang ke sana untuk membaca. Keberadaan taman bacaan itu sebagai upaya mencerdaskan generasi muda di pulau terpencil yang berbatasan dengan negara tetangga, Australia.

Taman bacaan itu beroperasi pertengahan 2011 atas inisiatif beberapa orang. Mereka, antara lain, Yandris Nggebu, Miraden Patola, PNS di Kantor Bappeda Rote Ndao; Devi Bessy, dan Milan Patola. Semuanya warga asli Rote. Devi dan Milan sebagai pengajar matematika dan bahasa Inggris bagi anak-anak di taman bacaan itu setiap Senin dan Kamis sore.

Yakoba Elim Kiak Nggebu (60), penjaga Taman Bacaan Sari Sandu (TBSS), di Ba’a, ibu kota kabupaten, Senin (3/12), mengatakan, sumber daya manusia di Rote, sebagai pulau terluar selatan Indonesia, masih jauh tertinggal.

Sejumlah generasi muda di pulau itu selalu tersandung masalah penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) di perairan Australia dan penyelundupan imigran ke Australia. Selain itu, mereka juga dinilai kerap mengabaikan tradisi sadap lontar, bermental pemalas, dan suka mabuk-mabukan. ”Beberapa anak muda sampai hari ini masih ditahan di Australia,” kata Yakoba.

”Pulau Rote, Ndao, Ndana, Batek, dan pulau-pulau lain di selatan Indonesia masuk pulau terpencil, jauh dari pusat provinsi NTT, Kupang. Di sini tidak ada perpustakaan daerah, perpustakaan sekolah, taman bacaan, ataupun pusat bacaan lain. Kondisi ini mendorong kami menghadirkan taman bacaan ini,” kata Yakoba.

Lengkap

Sosialisasi TBSS melalui gereja dan masjid setempat agar generasi muda, mahasiswa, pelajar, petani, peternak, pedagang, PNS, dan kalangan mana saja dapat memanfaatkan TBSS. Buku-buku yang tersedia cukup lengkap, antara lain bacaan anak-anak, seperti cerita rakyat, dongeng, mata pelajaran, novel, puisi, cerpen, serta buku-buku pertanian, peternakan, ilmu politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Hanya buku-buku itu belum ditata sesuai kategori, jenis bacaan, dan bidang-bidangnya. Tempat membaca pun masih terbatas sehingga anak-anak harus berdiri selama membaca.

”Kami masih kekurangan banyak. Tetapi, dengan kondisi ini saja, banyak pihak sudah senang. Lebih baik kami memulai dari keterbatasan daripada tidak ada sama sekali,” kata Yakoba.

Hari Senin dan Kamis, anak-anak datang mengikuti pendidikan bahasa Inggris dan matematika secara cuma-cuma. Dua ibu guru dengan spesialisasi bahasa Inggris dan matematika memberikan pelajaran tambahan di taman bacaan itu sekaligus memberikan tugas kepada peserta. Jumlah peserta sekitar 50 orang.

Para peserta, pembaca, dan peminjam buku tidak dipungut biaya sama sekali. Daya beli masyarakat masih sangat rendah. Yang terpenting, melalui TBSS mereka dapat pengetahuan baru, mengubah pola pikir, dan mengubah tata cara bertani, beternak, belajar, dan lainnya.

Yakoba menuturkan, dalam waktu dekat diadakan kursus musik sasando bagi generasi muda dan menganyam topi tilangga khas Rote Ndao. Alat musik khas Rote ini hanya dikenal kalangan tertentu saja.

Pengelola TBSS pun berencana memanfaatkan TBSS untuk menghapus buta aksara di Rote Ndao. Kini, masih ada ribuan warga Rote Ndao yang tidak tahu menulis dan membaca.

Belum ada buku daftar nama pengunjung, sumbangan, besar sumbangan, dan lainnya. Peminjam buku pun hanya berdasarkan sikap saling percaya. Buku-buku itu disumbang Andy F Noya (pembawa acara Kick Andy), Sarah Lery Mboeik (anggota DPD), dan sejumlah dermawan lain.

”Kami adakan program yang disebut gerakan 1.000 buku. Siapa saja yang ingin menyumbang buku, majalah, atau koran apa saja, kami terima. Buku-buku ini memiliki nilai sangat istimewa sebagai investasi sumber daya generasi muda Rote Ndao ke depan,” katanya.

Mikel Tambuwun, Pemimpin Panti Asuhan Rumah Hati Bapa Rote Ndao, yang letaknya berdampingan dengan TBSS, mengatakan, 15 anak yatim yang tinggal di panti itu pun memanfaatkan TBSS untuk belajar dan membaca. Anak-anak panti itu memiliki keterbatasan, antara lain cacat dan lemah daya ingat.

Tiga pengasuh di panti itu setiap pagi dan sore hari mengantar anak-anak tersebut ke TBSS untuk membaca, menulis, dan menghitung, serta belajar kreasi lainnya. Anak-anak sangat senang. Kebanyakan mereka tidak mengikuti pendidikan formal sehingga memanfaatkan TBSS untuk belajar.

Fitri Nggebu (12), salah satu siswi SMP 2 Kota Ba’a, juga pengunjung di perpustakaan itu, mengatakan, jika ada tugas dari sekolah, dia selalu memanfaatkan TBSS untuk mengerjakan tugas-tugas itu. Buku-buku cukup tersedia kecuali tugas kliping koran. Di TBSS belum ada koran atau majalah bekas, seperti Harian Pos Kupang, Timor Express, Victory News, Bobo, Kawanku, dan Donal Bebek.

”Lebih baik kalau pengelola menyediakan juga air minum atau makanan ringan lain atau mesin fotokopi. Untuk meningkatkan kualitas TBSS, pengunjung dapat membayar tetapi sesuai kemampuan anak-anak, seperti Rp 500 atau Rp 1.000 per pengunjung. Zaman sekarang tidak ada yang gratis lagi,” kata Fitri.

Siswi yang bercita-cita menjadi dokter ini mengaku sangat bangga dengan kehadiran TBSS. Melalui sarana itu, ia bisa bertemu dengan berbagai teman atau sahabat dari sejumlah sekolah.

Tokoh masyarakat Ba’a, Abia Mandala (69), mengatakan, TBSS itu seharusnya mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Rote Ndao. Namun, sejak dioperasikan, belum ada pejabat daerah yang berkunjung ke TBSS itu. Padahal, di sana terdapat interaksi yang sangat menarik di antara berbagai kelompok anak dari sejumlah sekolah, suku, kecamatan, dan desa.

”Sejak dioperasikan pertengahan 2011, baru anak-anak usia sekolah dasar dan menengah yang memanfaatkan TBSS itu, termasuk di antaranya beberapa mahasiswa Universitas Nusa Lontar Rote Ndao. TBSS mempersilakan juga guru-guru, PNS, masyarakat umum menggunakan taman bacaan itu. TBSS tidak tertutup bagi kalangan tertentu saja,” kata Abia.

Peran taman bacaan itu seakan menggantikan perpustakaan di daerah ini. Kehadirannya mendapat perhatian masyarakat luas meskipun TBSS belum diresmikan pemerintah daerah setempat.(KORNELIS KEWA AMA)

Comments

2 responses to “Taman Baca Sari Sandu, Pulau Rote”

  1. Fren Avatar

    Sobat teruslah berkarya.
    Jangan pernah berpikir tidak ada seorang pun melihat apa yang sobat lakukan.

    Apa yang sobat lakukan sudah sangat mendukung perkembangan pendidikan di Rote Ndao.

  2. Perpustakaan Mungil Avatar

    Kepada Yth,
    Bapak/Ibu Dermawan
    dimana pun Anda berada

    Mohon untuk disumbangkan buku bacaan yang sekiranya masih layak dan dapat dibaca untuk generasi muda/i kita di Sulawesi, khususnya Gorontalo.
    Anda dapat menghubungi FB Sumbang Buku Generasi Bangsa (GENERASI BANGSA BERSATU/generasibangsabersatu@yahoo.com/sumbang_buku@yahoo.com), yang selanjutnya ini merupakan kegiatan amal berbagi ilmu dan bacaan.

    Demikian dan terima kasih.