Ramaikan Selatan : Indonesia Buku Rayakan Hari Jadi

Merayakan hari jadinya yang kesembilan sejak 21 April 2006, Yayasan Indonesia Buku – lebih dikenal dengan IBOEKOE – menghelat perayaan literasi bertajuk #RamaikanSelatan.

Berlangsung dua hari, 22 & 23 April 2015, kegiatan ini terutama sekali adalah rangkaian pengenalan – pada hari pertama – dahan-dahan baru Iboekoe berupa: Katalog Offline Warung Arsip, Dinding Massa, Studio Baru Radiobuku, dan Warung Kopi Bintang Mataram 1915. Disusul Apresiasi Sastra pada hari kedua; mendiskusikan 10 karya sastra dalam semalam.

#RamaikanSelatan Hari Pertama

Malam pertama yang semula akan dimulai pukul 19.00, baru bisa dibuka pada 20.30. Hujan deras yang luruh sedari maghrib tak menemui reda hingga acara dimulai. Panggung, tenda, kursi-kursi, lapak buku dan layar; Segala yang telah, terpaksa disiasati begitu mendadak. Demikian Fairuzul Mumtaz selaku perwakilan panitia, membuka malam di depan studio Radio Buku. Sekaligus bertindak sebagai pengendali acara.

Malam berjalan. Seadanya dan di luar rencana.

Diawali dengan do’a bersama dan sambutan singkat dari Galam Zulkifli mewakili Yayasan Indonesia Buku. Bapak Sunarto – utusan pemerintah kabupaten Bantul – kemudian secara resmi membuka #RamaikanSelatan.

Maka selanjutnya pengunjung memasuki bab pertama acara; pada perkenalan dengan Dinding Massa – sebuah pameran literasi visual berupa graffiti, stensil dan mural yang mengisi diding-dinding depan studio. Tiga bulan-sekali, secara reguler dinding-dinding itu akan diisi oleh karya-karya baru oleh seniman-seniman yang berbeda. Dan kesempatan pertama ini, mereka yang ada dibaliknya adalah Wimbo Praharso dari Guerillas, Yanal dan Widi dari Ruang Kelas SD, Isrol dari Media Legal, dan Ismu Ismoyo dari Street Art.

Sebagai bagian dalam acara, nomor berikut, semestinya adalah deretan seng hitam pada dinding selatan halaman Iboekoe yang dipepati karya-karya visual – sebuah graffiti performance oleh Alex TMT dan Setsu. Namun hujan yang masih, tidak memungkinkan penampilan ini diadakan. Mengenai karya visual, tidak hanya itu, gerobak kios koran yang ditempatkan di ruang arsip; yang memajang koran-koran 50an semacam Minggu Pagi, Api Kartini, Spektra, dan Pesat; juga tampak mencolok dengan karya stensilnya.

Satu yang menarik kemudian adalah saat pengenalan Katalog Offline Warung Arsip, dan program unik Bakar Arsipmu. Selain Arsip yang sudah bisa diakses langsung di tempat, pengunjung dapat membakar (burn) arsip teks dan suara milik Iboekoe yang terdiri dari media massa, majalah, wawancara, buku, dsb hingga 200 GB, hanya saat #RamaikanSelatan berlangsung. Pengunjung cuma dikenakan donasi lima ribu per disk yang digunakan untuk membakar arsip.

Bersamaan dengan itu, studio baru Radio Buku pun diresmikan, meski tanpa presentasi yang semula dijadwalkan. Acara yang kidung melar dari waktu yang semestinya, mengharuskan “yang seadanya” dijalankan demikian bergegas. Hingga beberapa acara dipotong, atau malah ditiadakan.

Sejenak diselingi akustikan dari Gulamo, acara dilanjutkan dengan launching Aku & Buku. Berisi kumpulan esai dari hasil wawancara 23 narasumber yang dilakukan di Radio Buku sejak 2011. Ditranskrip oleh delapan relawan Booklovers Festival – perayaan literasi yang digelar Iboekoe tahun sebelumnya. Secara simbolik, buku ini resmi diluncurkan dengan penandatanganan cover buku oleh para transkriptor dan narasumber yang hadir: Galam Zulkifli, Guntur Cahyo Utomo, dan Adhe Ma’ruf.

Dan hari pertama #RamaikanSelatan ditutup dengan pembukaan warung kopi Bintang Mataram 1915, sekaligus penampilan dari 4 barista: Alan Bhinantika dan Lukas Puguh Santosa dari Dongeng Kopi, Ade Maria Saragih dari Wikikopi, dan barista tuan rumah, Faiz Ahsoul; yang mendemonstrasikan beragam teknik meracik, semacam French Press, Aeropress, V60, dan Cupping. Nama Bintang Mataram sendiri yang terbilang unik, diambil dari nama (alm.) media cetak di Yogyakarta yang berdiri tahun 1915. Tepat seabad yang lalu. Sebuah satir yang pernah dimuat di Koran tersebut, dikutip dan dijadikan tagline warkop ini. Kapan Djokja djadi terang? Itoe boleh toenggoe 100 tahoen lagi. Barangkali nama ini sebuah harapan. (Pradhitya Adsana)


Posted

in

, , , ,

by

Tags: