Category: Suplemen

  • Novel di Zaman Janda Galak

    Yulia Sapthiani & Nur Hidayati Buku tak lagi ranah milik sastrawan. Novel yang diangkat dari kisah nyata bukan lahir dari sastrawan besar. Memoar bukan lagi hanya tentang orang terkenal. Siapa pun boleh menuliskan kisah hidup, jadi buku laris, dan syukur-syukur menginspirasi banyak orang. Gaun ketat membalut tubuh Aira Miranti Dewi (39). Potongan gaun itu membuat […]

  • Agus ‘Baqul’: ISI Membuat Saya Begal

    Inilah cerita saya. Sejak SMA nyaris setiap hari saya ke perpustakaan. Membaca buku-buku umum dan terutama sekali kisah-kisah tokoh karena saya ingin sekali menjadi penemu seperti tokoh-tokoh itu: Faraday, Watt, Bell, Einstein, Eddison, Bonaparte, Gadjah Mada, dan sebagainya. Buku-buku agama juga saya baca dengan baik. Maksudnya dibaca tuntas.

  • Obed Bima: Jangan Hanya Baca, Tapi Berbuat!

    Biasanya, mereka memandang remeh mata kuliah Sosiologi Seni. Aku sebagai dosen muda, tentu saja tak mau dianggap remeh. Pertemuan pertama, mereka kuberi tugas untuk membaca artikel pop art dan buku Arnold Houser sebagai bahan diskusi pertemuan selanjutnya. Pertemuan kedua, langsung kulempar pertanyaan: “Siapa yang sudah baca bukunya Arnold?” Hanya lima orang yang mengangkat tangan. Tiba-tiba […]

  • Jenny Lee:Penasaran Buku Keramik

    Pameran keramik F Widayanto semasa aku remaja belasan, telah membuatku jatuh cinta pada keramik. Bentuk-bentuk dan warnanya yang unik membuatku terkagum dan ingin belajar cara membuatnya. Maka aku pun memilih belajar keramik di Institut Seni Indonesia, Jogja. Ternyata membuat keramik tak semudah kusangka. Ia rumit dan rentan kegagalan. Kegagalan dalam proses pembuatan, tak jarang membuatku […]

  • Agus ‘Gembel’ HST: Buntelan Buku Untukmu

    Aku datang dari Jogja. Sengaja ingin menemui dirimu. Kubawakan buku yang kau pesan dulu. Suatu senja di stasiun kereta, delapan tahun lalu. “Di, carikan aku Budhisme karya Romo Muji itu. Aku ingin tahu tentang kasih itu seperti apa. Aku ingin belajar tentang kedamaian”, begitu pesanmu kala itu, sebelum peluit kereta menjerit dan membawaku ke kota […]

  • Agung ’Tato’: Biografi Seniman Itu Penting

    Gambar arsitektur pernah dipandang sebagai suatu karya gambar yang dingin dan tidak ekspresif. Bahkan tidak diakui dunia senirupa. Menurutku, arsitektur juga bagian dari seni rupa. Dingin sebenarnya itu juga ekspresif. Aku mengaplikasikan konsep-konsep arsitektur yang pernah kupelajari di bangku kuliah. Maka kemudian nampak sekali karya-karyaku sangat teknis. Ada empat unsur yang mempengaruhi wacanaku dalam berkarya: […]

  • Dipo Andy, Bukan Buku tapi Televisi

    Jika kau bertanya apa arti membaca bagiku, maka jawabku adalah membaca tanda-tanda. Pembacaan atas tanda-tanda itu melahirkan pengertian atas situasi psikologis masyarakat. Tentu tanda yang kubaca bukanlah tanda yang sudah sangat jauh di belakang, tanda tradisional, melainkan perkembangan masyarakat kini dan di sini. Aku berada dalam kereta yang masih beroperasi dan bukan kereta yang sudah […]

  • Benny Wicaksono : Membaca New Media

    Kamis malam (11/6/09) pelataran Balai Pemuda Surabaya mendadak jadi ajang rave party. Empat orang laki-laki muda, asyik memainkan House music di belakang audio mixer. Di sisi kanan-kiri mereka berdiri 2 televisi layar datar. Layar itu menampilkan gambar dan permainan cahaya yang senada seirama dengan alunan musik. Pengunjung terbius untuk menari bersama. Hingar bingar, spektakuler, penuh […]

  • Taufik ‘Monyonk’ Hidayat: Jangan Curi Bukuku

    Kepada kalian yang mengaku seniman, kepada kalian yang mengaku perupa, kepada kalian yang mengaku anti buku, kepada kalian yang mengaku penyembah buku, kusampaikan pesan ini. Ada perupa yang tak mau menyentuh buku. Buku adalah musuh imajinasi. Buku hanya akan membunuh daya hayal. Mematikan proses berkarya yang alami. Buku menjadikan karya perupa kurang bernilai seni, tidak […]

  • Joni ‘Wiono’ Ramlan: Berguru Melukis Pada Buku

    Joni Ramlan. Nama sejatinya Wiono, karena lidah orang Jawa sering menyisipkan huruf “Y”, kawan-kawan semasa kecilnya memanggilnya ‘Yono’. Lalu lama kelamaan terpeleset lidah Jawa itu menjadi ‘Jono’. Kemudian terpeleset lagilah lidah itu menjadi “Joni” yang lebih ngepop. Ramlan adalah nama ayahnya, Ramlan Sawie Mulya. Joni Ramlan kemudian melekat sebagai trade mark di jagad seni rupa. […]