Kalau Bisa Dibuat Ringan, Kenapa Harus Berat?

Rekomendasi buku “Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya; Kisah sufi dari Madura” karya Rusdi Mathari

Selamat jalan, karyamu akan selalu abadi…

Dunia kepenulisan Indonesia kembali berduka. Jumat pagi (2 Maret 2018), Rusdi Mathari menghembuskan nafas terakhirnya setelah sekian lama mengidap penyakit kanker. Rasa duka yang sangat mendalam bagi orang-orang terdekatnya. Maupun bagi kita, pembaca karya-karya hebatnya. 

Rusdi Mathari, sebagai orang yang merasakan asam garam di dunia kepenulisan, tentu sudah melahirkan banyak karya dari buah pikirannya. Mulai esai berjumlah beberapa halaman, sampai buku tebal yang tentu saja berlembar-lembar jumlahnya. Sebut saja beberapa karya yang sudah dibukukan adalah, Laki-laki Memang Tidak Menangis, Tapi Hatinya Berdarah, Dik; Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan; Laki-Laki Yang Tak Berhenti Menangis; Mereka Sibuk Menghitung Langkah Kaki Ayam.

Namun, yang tak kalah menarik untuk kita baca dari sederet karya Rusdi adalah “Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya”, diterbitkan pertama kali pada Oktober 2016 silam. Sebenarnya, buku tersebut adalah kumpulan tulisannya di mojok.co sewaktu Ramadhan tahun 2015 dan 2016. Sebagian besar tulisan tersebut terinspirasi oleh Syekh Maulana Hizboel Wathan Ibrahim. Tentu saja, karya tersebut tidak jauh dari latar belakang penulisnya sebagai seorang cendekiawan Islam.

“Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya”, mengemas nilai-nilai keislaman dengan cukup ringan dan santai. Tidak seperti buku-buku lain yang mengemas nilai keislaman dengan cukup “berat”. Menghadirkan tiga tokoh utama, Cak Dlahom, Mat Piti, dan Romlah (anak Mat Piti). Cerita yang dihadirkan sangat dekat apabila kita resapi dalam keseharian. Karena memang segala aspek dalam cerita tersebut, hampir sama dengan apa yang ada dalam kehidupan kita sehari-hari.

Tidak berlebihan jika menyebut karya Rusdi tersebut sebagai refleksi kita dalam memahami makna kehidupan, atau bisa juga menjadi panduan hidup dalam nuansa beragama Islam. Sebut saja salah satu diantaranya adalah dalam cerita berjudul “Mat Piti Mencari Allah”. Yang mengibaratkan seperti ikan yang melompat ke luar air kemudian bertanya di mana airnya. Begitu juga seperti Mat Piti yang mencari Allah, padahal Allah sudah selalu meliputinya setiap saat.

Judul lain yang tidak kalah hebatnya adalah “Belajar Ikhlas dari Berak dan Kencing”. Cerita tersebut mengibaratkan amal ibadah yang betul-betul ikhlas itu seperti saat kita berak dan kencing. Kita tidak pernah mengingat-ingatnya, baik bentuk, warna, ataupun baunya. Kalau sesuatu yang berikan kepada orang lain masih kita ingat, bisa jadi kita belum ikhlas sepenuhnya.

Sebenarnya, masih banyak cerita lain yang menarik dan tidak kalah serunya. Anda harus segera membacanya. Temukan nilai keislaman yang luhur dan sebetulnya sangat dekat dengan keseharian kita. Kalau bisa dikemas dengan ringan, mengapa harus yang berat dan rumit?


Posted

in

by