Jurnal Pekan Pertama Hasyim Romadani

Hari Pertama Kepustakaan 

6 Sep 2022

Hari ini kami datang ke biara Radiobuku untuk pekan kedua volunteer. Materinya dan kegiatannya adalah kepustakaan. Hal sederhana yang mestinya dilakukan semua pemiliki buku yang banyak, selain para petugas perpus. 

Cukup banyak yang dipelajari selain klasifikasi Mandala. Tapi mari mulai dengan istilah yang rada lawas itu dahulu. Klasifikasi ini berasal langsung dari tetuah Yayasan Indonesia Buku, Bung Taufik Rahzen. Orang yang pastinya berjasa, tapi saya baru kenal. 

RASA, BASA, MASA, dan YASA adalah pusat pemetaan klasifikasi Mandala. Buku-buku dengan berbagai genre dan topik akhirnya lebih mudah diketahui melalui keempat pambagian itu. Kami semua, volunteer mempraktekannya dengan baik. Bukti bahwa klasifikasi ini efisien. Cocok untuk banyak kalangan, seperti orang biasa dengan banyak buku yang saya sebut di awal. 

Hal lain yang dipelajari adalah keunikan buku-buku yang kami tengah klasifikasi. Seperti bahwa beberapa buku sebenarnya menyertakan keterangan topik apa saja yang berada di dalamnya. Biasanya terletak di halaman awal, halaman yang biasa saya sebut sebagai data publikasi. 

Pengetahuan ketiga adalah mengenai penerbit, yang ketika memilki simbol penerbitan yang sama ternyata belum tentu satu jenis. Karena seperti Gramedia Pustaka, KPG, dan POP Ice Cub, yang sebenarnya berasal dari penerbitan yang sama tapi tetap dihitung berbeda secara departemen. Itu juga terjadi pada penerbitan luar negri. 

Hari yang panjang ini terasa singkat. Karena mendata buku yang terlihat membosankan tanpa disangka-sangka begitu menarik.

Hari Kedua Kepustakaan

7 Sep 2022

“Kejatuhan manusia dari Taman Firdaus adalah kejatuhan ke dalam semesta tanda tanya. Terang sekarang berganti kesunyian, keasingan, dan kengerian. Semuanya sekarang serba-remang, abu-abu, dan kabur. Sebuah ironi yang menarik. Siti Hawa yang memakan buah pengetahuan justru terlempar ke dalam keremang-remangan epistemik yang menggelisahkan.” Begitulah kata Donny Gahral Adian dalam pengantarnya pada buku Pengetahuan dan Metode : Karya-karya Penting Michel Foucault. Buku yang saya ambil sebagai tugas pekanan untuk dikomentari.

Lupakan yang di atas, itu hanya intermeso. Mari bahas hari kedua kepustakaan. Buku yang saya pilih banyaknya membahas filsafat. Entah karena memang lebih senang topik tersebut atau tidak punya wawasan lain, nyatanya kata “philosophy” lebih menarik mata. 

Awalnya begitu, tapi setelah dipikirkan ulang, sepertinya itu terjadi karena probelamtik eksistensial saya sendiri. Merasa si paling filsafat. Wah alarm bahaya ini. Perlu perenungan kembali jati diri. 

Dan yang paling aneh, ternyata saya sangat terobsesi pada buku-buku terbitan Routledge. Ada sekitar 10 judul lebih yang saya temukan dengan nama penerbit tersebut di bagian bawah samping buku. Jawabannya mungkin karena selain logonya yang bagus, Routledge cukup dekat dengan keseharian saya dulu sebagai mahasiswa filsafat yang dituntut membaca buku dan jurnal berbahasa asing. Penerbitan yang mengada bersama banyak kenangan. 

Hari Ketiga Kepustakaan

 9 Sep 2022 

Waktu masih berjalan, kegiatan kepustakaan juga tapi tidak dengan ide dalam kepala saya. Apa jangan-jangan karena solat jum’at yang terlewat? Entahlah, tulisan saya tidak kunjung selesai. Saya rasa itu akan bertahan sampai minggu-minggu kedepan. Sialan.

Hari Keempat : Gaya Menulis 

10 Sep 2022

“Menulis perlu gaya. Buat apa? Menutupi gagasan tulisan yang kurang bagus. Tidak apa apa bila gayanya biasa saja, asal ide tulisannya menarik seperti Nur Cholish Madjid. Bila tidak, yasudah terima takdir, ikuti si embah penulis-penulis sepanjang sejarah. Ini untuk tulisan seperti essai yang memang perlu basah. 

Di sisi lain ada tulisan yang biasanya kering, seperti tulisan akademik, namun mampu dibawakan secara mengalir. Seperti yang dilakukan Soe ho Gie, Jaluluddin Rahmat, dan akademisi segar lainnya. Ini bisa ditiru dan dipelajari. Selain itu kita bahkan bisa belajar dari kata pengantar seseorang, Gus Dur maestronya. Bisa dilihat di bukunya yang berjudul  Sekedar mendahului. 

Intinya menulis essai dengan gaya perlu dipelajari. Dari bentuk essai apapun. Pemikiran, Biografi, kata pengantar, memoar, dan banyak lainnya.”

Hanya itu saja yang saya catat, selebihnya lebih ingin saya nikmati langsung pelajaran Muhidin M. Dahlan tanpa teralihkan. Hal yang sedari minggu pertama saya gelisahkan, saat penulis buku Tuhan Izinkan Aku Jadi Pelacur itu mengajarkan cara bikin jurnal—yang katanya perlu dicatat secara detail, lengkap, dan jujur, tapi mengorbankan nikmatnya suatu peristiwa atau moment yang tengah terjadi itu sendiri.


Posted

in

by