Jurnal Pekan Pembukaan Chaterine Asima

Iniseum | Kamis, 1 September 2022 | 15:00 – 21.00 WIB

  • Mencoba mengingat beberapa teman yang sudah hadir sebelum aku tiba sekitar pukul 14.50 WIB. Fasilitator ada Berryl dan Ageng. Peserta Volunteer ada Zsa Zsa, Gilang, Dani, dan sejumlah lainnya yang ga kuingat siapa karena belum kenalan. 
  • Tak berapa lama teman-teman perempuan datang. Pertama-tama ada Monic kemudian Dinda. Lalu kita pun ngobrol lumayan alot di museum sambil lihatin karya lukis Pak Yayat. 
  • Sembari ngobrol satu sama lain, teman-teman mulai berdatangan dan acara pun dimulai barangkali sekitar pukul 4 sore. 
  • Fasilitator pertama-tama memperkenalkan diri lalu peserta. Beberapa yang ku ingat diantaranya adalah: Fitri, Alfarisi, Sunardi, Faiz, Nanto, Reihan. Sementara itu nama peserta lainnya yang belum ku sebut adalah Dhias, Rio, Bachtiar, Yan, Celli, Gufron, Hanif, Adil, Ifan, Jhoty, Langit. 
  • Setelah perkenalan ada ice breaking seputar adu kecerdasan, aku saat itu satu kelompok dengan Gilang, Ifan, Hanif. Nama Kelompok kami adalah Lodjie99, diambil dari nama bungkus rokok yang terletak di atas meja. Ngomong-ngomong, soal-soalnya seputar sejarah dan pengetahuan umum nusantara. Setelah bersaing cukup ketat dan berebut posisi berdasarkan poin yang diraih, pada akhirnya kelompok kami kalah dan berada di urutan terakhir. Hiks. 
  • Selanjutnya, terjadi obrolan menyeluruh seputar pertemuan dan materi kelas yang akan dibahas selama 3 bulan ke depan. Membuat kontrak belajar mingguan, dan membahas tugas-tugas yang perlu dikerjakan dalam waktu dekat. Obrolan ini dibuka dan dibawakan oleh Berryl. 
  • Setelah sore mulai mendekati malam, saatnya makan malam. Setelah itu berlanjut  ngobrol-ngobrol ringan bareng Faiz yang mencoba membuka cara pandang belajar di Radio Buku dengan mengejar tanya ketimbang jawab serta adanya keterbukaan untuk saling mengenal dan saling belajar. 
  • Obrolan ringan dilanjut oleh Gus Muh yang bercerita seputar sejarah dan asal-usul Radio Buku, juga tak terlepas bagaimana cerita-cerita Gus Muh yang resah terhadap ketidakadilan sejarah dan mencita-citakan sosialisme. 
  • Radio Buku merupakan bagian dari keluarga besar Indonesia Buku yang dahulu digagas oleh Gus Muh dan teman-teman seniman di Yogyakarta. Barangkali kekuatan awalnya adalah buku dan pengarsipan serta kepedulian dan kecintaan kepada sejarah dan budaya Indonesia. Semua hal ini kemudian dipayungi menjadi kegiatan literasi yang diharapkan bisa dijejaki oleh anak-anak muda di setiap generasi. Semua dilakukan untuk Jogja yang juga telah memberi banyak kepada penduduknya. 
  • Semangat yang tumbuh dalam Indonesia Buku yang lewat sejarahnya dikenal dengan nama Galeran Budaya, lalu hingga kini menelurkan Radio Buku adalah semangat berbagi, terutama ilmu. Karenanya, semoga siapapun yang sempat singgah dan berkenalan dengan keluarga besar Indonesia Buku memiliki semangat yang sama untuk berbagi, baik untuk Indonesia Buku maupun untuk di luar sana.
  • Hari yang menyenangkan. Berkenalan dengan banyak teman yang sedang sama-sama belajar menulis membuat aku lebih bersemangat. Semoga terus bersemangat. Terima kasih keluarga besar Indonesia Buku, untuk hari ini dan 62 hari mendatang. 

Radio Buku | Jumat, 2 September 2022 | 15.00-17.00 WIB 

  • Pertemuan ini dibawakan oleh Fitri yang membuka cara pandang peserta melihat proses menulis. Bukan sesuatu yang perlu dikerjakan dengan ekspektasi tinggi jika memang sebagai pemula. Lakukanlah kegiatan menulis dengan cara yang sederhana namun menyenangkan, dan nikmati prosesnya, mengalir berdasarkan ide dan pengalaman, tanpa khawatir itu tulisan yang jelek atau tidak. 
  • Beberapa tips yang dibagi adalah dengan mengacak secara random beberapa topik, kemudian dituliskan ke dalam kertas, dilipat lalu silahkan diambil acak. Semua peserta mendapat topik yang berdeda-beda, Fitri memberi batasan waktu untuk menulis sekitar 5-7 menit, dan ya, itu bekerja. Teman-teman berhasil membuat tulisan beberapa paragraf dan tak sedikit bisa menuliskannya dengan bagus. 
  • Cara kedua, Fitri sudah menyiapkan daftar topik dan peserta dibiarkan bebas memilih topik yang ingin ditulis. Kali ini Fitri memberi waktu 7-9 menit. Voila! Cara ini pun berhasil, peserta bisa menuliskan 3-4 paragraf dan hasilnya bagus-bagus. 
  • Dua metode di atas bisa menjadi penggalian menulis ke dalam dan ke luar. Ke dalam perihal tulisan personal dan berdasarkan pengalaman pribadi sedangkan keluar adalah pembahasan umum dan di luar personal.
  • Dari kedua cara tersebut, dapat disimpulkan bahwa saat kita mengenali kemampuan kita dan memilih untuk menikmati proses menulis tanpa terbebani ke ekspektasi yang tinggi ternyata kesulitan bisa sedikit banyak berkurang, tinggal selanjutnya bagaimana memoles tulisan agar semakin dinikmati pembaca.
  • Selanjutnya sharing-sharing dan mendapat kesimpulan bahwa kegiatan menulis sebaiknya menjadi kegiatan berkelanjutan. Ini perihal jam terbang agar nantinya bisa menulis secara produktif namun dilakukan dengan ringan dan santuy. Cuy.

Radio Buku | Sabtu, 3 September 2022 | 15.00-21.00 WIB 

  • Materi pengantar esai namanya. Dibuka oleh Gus Muh dengan memperlihatkan jurnal pribadinya saat ia membuat catatan perjalanan pada tahun 2011, berbekal pula bacaan Mangir I-IV karya Pram, dan 10 tahun kemudian keduanya barulah diolah menjadi tulisan. Esai berjudul Jogja (Menuju) Kota Bandit itu ternyata lahir dari proses panjang sebuah catatan perjalanan yang dikerjakan secara detail, perlahan, dan teliti.
  • Dalam membuat tulisan (dalam materi ini, esai), pembuatan jurnal adalah bagian yang penting, dibarengi riset tentu saja. Agar keduanya dapat diolah menjadi tulisan bagus yang dapat pula dipertanggungjawabkan segala sumbernya. Gus Muh berani menulis Jogja (Menuju) Kota Bandit karena ia memiliki datanya, dan ini proses bertahun-tahun.
  • Ada 2 jurnal terpenting di Indonesia, ditulis oleh Adi Negoro dengan judul Melawat ke Barat dan jurnal Nyanyian Sunyi yang ditulis oleh Pram. (kepoin dong segera) 
  • Jurnal sebaiknya dijadikan sebagai proyek menulis. Merekam perjalanan, percakapan, dan suasana. Sepenting itu? Iya. Seorang ilmuan untuk memperoleh hak cipta atas temuan yang dilakukannya, salah satu syaratnya adalah menunjukkan jurnal (catatan) selama penelitian yang dikerjakan dengan tulisan tangan. 
  • Seni berpikir, konteks dan momentum adalah tiga hal penting yang perlu diperhitungan saat menulis esai. 
  • Seorang penulis juga setidak-tidaknya wajiblah memiliki pengetahuan dasar umum. Cara mengujinya? Main TTS dong. Terutama TTS Tempoe Doeleo (wkwkwkwk) 
  • Seorang penulis perlu juga mengikuti isu, gunanya adalah untuk tetap terpapar radiasi keresahan (alias kepentingan kemanusiaan), lalu ya menulis.
  • Empat hal yang perlu diperhatikan saat menulis: tema, topik, perspektif, dan sumber. Perspektif merupakan bagian dari seni berpikir untuk diambil dari sudut pandang yang berbeda. Artinya, seorang penulis harus mampu memikirkan tulisan apa yang akan diangkat oleh penulis lain agar ia bisa membuat sesuatu yang berbeda (kepentingan persaingan).
  • Keempat hal tersebut dapat terbantu atau terbentuk dari sebuah kegiatan yang kerajinan (alias kurang kerjaan). Nama kegiatan ini adalah belanja paragraf. Caranya? Mengumpulkan paragraf-paragraf dari bacaan (baik buku, jurnal, atau artikel) terkait satu topik atau random untuk kemudian dijadikan apa? Mbuh. Kumpulin aja dulu, namanya juga kurang kerjaan. 
  • Jeda sejenak sambil menikmati pecel lele berbentuk sayap ayam. Yeaay..
  • Ini bagian yang tidak ku suka, saat Gus Muh mengecek tugas ke-2, yaitu memilih esai terbaik yang pernah dibaca. O, astaga dan ketahuan. Ternyata aku tak punya referensi di kepalaku tentang esai yang baik, yang fenomenal, yg berisi. Aku juga tidak punya memori kepada esais-esais ternama. Aku mungkin mengenal nama-nama mereka, mengenal judul esai terbaik mereka, tapi sayangnya aku tak membacanya. Ini cukup menampar. Setelah ini apa? Kurangi bacaan kumpulan cerpen, perbanyak bacaan kumpulan esai? Apa ini terdengar menyenangkan? Uh. ☹

Radio Buku | Minggu, 4 September 2022 | 15.00-21.00 WIB 

  • Aku datang terlambat. Mungkin sekitar 30 menit? Kelas sudah dimulai dan dibuka oleh Ageng. Teman-teman sibuk dengan laptop masing-masing. Apa yang mereka kerjakan? Aku cuma celingak-celinguk. 
  • Ternyata mereka sedang memisahkan kalimat baris per baris. Selanjutnya mengklasifikasikan kata berdasarkan kelas kata untuk mengetahui karakteristik/kecenderungan si  penulis. Caranya: lakukan pewarnaan yg berbeda-beda  untuk mengklasifikasikan kata noun, kata kerja, kata sifat, kata penghubung, kata sisipan.
  • Sial, bahannya ternyata diambil dari tugas pilihan esai terbaik (kemarin). Tentu saja aku secara marathon scrolling esai-esainya Eka Kurniawan di blog pribadinya. Tujuanku cuma satu: segera mengganti esai “terbaik” pilihanku yang sudah ditelanjangi Gus Muh kemarin.
  • Sebenarnya, sudah lama aku mengetahui blognya Eka, blio juga mencurahkan segala tulisan esai maupun jurnalnya di sana secara cuma-cuma. Aku sering berkunjung, tapi tak membaca apa pun. Sebaliknya, jangan tanya soal kumcer dan novel-novelnya. Secepat mungkin ingin kulumat di kepalaku. 
  • Pencarian marathonku akhirnya terhenti pada esai Eka yang berjudul Novel dan Khotbah. Ssstt, aku baru membacanya hari ini bersamaan dengan eksekusi tugas yang baru saja diarahkan Ageng. Warbiasaaaah…
  • Apa saja yang ku dapat dari kegiatan ini? Aku jadi mengetahui karakteristik tulisan Eka: ia menulis memulai langsung ke subjek dan penggunaan kata kerjanya kalau bisa sesedikit mungkin dan sesingkat mungkin. Metode ini juga dapat digunakan untuk melihat kecenderungan para penulis di media dengan gaya menulis yang seperti apa. Mayan, buat eksplor dan meraup ini-itu jadi lebih peka dari biasanya. (Gaya! Padahal ga biasa baca esai)
  • Menjelang malam, gantian Alfarisi yang menemani kelas. Ada obrolan yang cukup serius tentang esai seperti apa yang akan kami tulis nanti. Terbantu oleh fasilitator yang hadir malam itu, kelas berganti menjadi suasana diskusi dan berlanjut saling menyumbang pendapat/literatur untuk mendukung topik yang mau kami pilih. Setidaknya, obrolan yang tadinya serius jadi terasa lebih ringan. 

Posted

in

by