Jurnal Pekan Ketiga Muhammad Ghufron

Pekan ketiga kali ini dimulai dengan berbagi pengalaman bertungkus lumus dengan dunia podcast dari seorang podcaster OraGol, Ikhlas Al-Farisi. Beberapa hal diceritakan. Mulai dari perkembangan media hingga sedikit proses kreatif dirinya melintang di dunia podcast. 

Ketertarikannya dengan podcast dimulai sekira tahun 2015. Di titimangsa itu, tak ada inisiatif membikin podcast independen, hanya sekadar tertarik saja. Baru lah di tahun 2018, dirinya mulai menginisiasi OraGol yang eksis tayang tiap Selasa dan Minggu itu. 

Hal yang perlu dilakukan bagi seorang pemula, ialah soal konsistensi. Ia harus menubuh, menjadi karakter. Konsisten menjadi fondasi utama. Setelah pondasi itu terbentuk, bangunan yang menopang selanjutnya ialah soal kedisiplinan. Seorang pemula mesti cermat membagi waktu agar podcast yang ditajanya dapat bertahan, kukuh eksis di antara banyaknya podcast lain yang bermunculan. 

Sehabis berbagi dan mendengar ihwal pertautan seorang podcaster OraGol itu, hari-hari berikutnya diisi dengan waktu suntuk mengarsip. Di bawah komando Raafi, pasukan volunteer batch 8 Radio Buku mulai mengarsip peristiwa-peristiwa di majalah. Peristiwa-peristiwa yang disukai itu, nantinya dibikin kronik. Tagihannya, wajib 10 kronik, pekan ini. 

Kerja-kerja mengarsip menuntut ketelatenan. Kesabaran. Kepedulian. Dan, totalitas. Pasalnya, untuk majalah Tempo saja terkadang jumlah halamannya mencapai angka seratusan lebih. Tentu, dari sekian banyaknya jumlah itu, tidak semuanya memuat peristiwa yang kita sukai. Beberapa halaman terkadang menampilkan iklan dan promosi. Hal ini tak boleh tertanggal dan terlewat begitu saja. Wajib hukumnya diarsip. Siapa tau bermanfaat.

Hari pertama kebagian Tempo, berjumlah seratus delapan halaman. Beberapa halaman bernasib harus memuat iklan. Pun, di hari kedua. Tempo edisi, 29 Agustus 1992 dengan jumlah serupa juga memuat beberapa iklan. Ini sedikit menjengkelkan. 

Di hari kedua, sehabis suntuk berkarib dengan halaman-halaman Tempo, arsip berlanjut ke Suluh. Sebuah majalah terbitan Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB) Yogyakarta. Suluh bertitimangsa 2005, 2006, 2007, sedikit mengulik ketertarikanku. Pasalnya, tema-tema yang diangkat selalu serupa ; Isu agama, seni, budaya, dan kearifan lokal. Ada peluang besar mencapai sepuluh kronik di majalah dengan karakter khas macam itu. Sudah saatnya menentukan topik yang disukai. 

Topik yang dipilih soal isu-isu ekologis. Tertarik dengan isu ini karena ada proses pelik di balik pemartabatan kelestarian alam. Tempo memuat narasi menarik, mulai dari berbentuk artikel hingga pewartaan. Soal kerusakan barikade pantai, ihwal pengolahan limbah bertajuk “Septic Tank Bebas Kimia”, deklarasi Bali Declaration on Population and Sustainable Development, hingga pandangan Islam dalam memandang kelestarian lingkungan yang dimuat Majalah Suluh. 

Di hari terakhir pekan ini dipungkasi dengan perekaman pembacaan cerpen atau esai. Cerpen Juan Villoro bertajuk menarik “Sebuah Tulisan tentang Iman” kupilih pamrih relatif pendek. Beberapa cerpen Sunlie dan esai Zen Rs sebenarnya cukup memukau untuk dibaca, namun begitu panjang. Hingga akhirnya cerpen penulis Mexico itu lah yang berhasil kubaca dan rekam buat tugas di materi podcast pertama ini. 


Posted

in

by