Jurnal Pekan Keempat Gilang Andretti

Selasa, 27 September 2022

Hari ini, tugas kronik sudah selesai, saya berhasil 30 berita atau artikel sekitar Perang Vietnam 1965. Saya menjadi paham bahwa konsep perang ini awalnya “Asia melawan Asia,” sehingga pihak Amerika hanya di belakang layar saja dan membantu sebisanya. Namun, konsep perang milik Amerika tersebut berubah seiring dengan meningkatnya eskalasi perang. Tentu yang paling, terlihat adalah jumlah pasukan Amerika yang meningkat di Vietnam. Juga satu berita yang memberitahukan bahwa ada peningkatan jumlah produksi dan pengiriman helikopter yang besar. Oleh karena itu, saya jadi tambah paham bahwa banyak di film  Apocalypse Now – besutan Francis Ford Coppola – bahkan ada satu pasukan khusus yang menggunakan helikopter sebagai kendaraan utamanya. Berikut contohnya di film tersebut https://www.youtube.com/watch?v=hn37QfXw1-E. Pada cuplikan film ini juga, diperlihatkan pasukan Amerika tersebut menyerang desa yang tadinya damai, ada nelayan yang habis melaut tampaknya, hingga anak-anak yang bersekolah. 

Selain itu, saya juga jadi mengerti bahwa Amerika memang menggunakan bom palem, yang konon kabarnya dapat membakar padi basah di sawah. Penggunaan bom palem ini, juga diperlihatkan dalam film Apocalypse Now. Jadi bom itu digunakan untuk “mengasapi” pasukan pembebasan, sehingga mereka keluar dari tempat persembunyiannya. Berikut adalah penggalan adegan tersebut https://www.youtube.com/watch?v=Jts9suWIDlU.

Rabu, 28 September 2022

Di samping berita soal peperangan di Vietnam, saya juga menemukan berita-berita soal protes warga Amerika terhadap kebijakan perang mereka yang dinilai merugikan. Bahkan ada bingung mengapa Amerika menyerang negara tersebut yang sebelumnya tak pernah menyerang mereka, juga negara tersebut kecil dan jauh jaraknya. Bahkan pemberitaan-pemberitaan yang sampai ke Amerika hanya berkonotasi negatif. Sehingga membuat pemerintah geram, dengan demikian pemerintah mengetatkan berita-berita yang keluar dari Vietnam. Oleh karena itu saya juga jadi lebih memahami konteks dari film First Blood. Sebab, menceritakan seorang veteran Perang Vietnam yang kembali dari dinasnya, namun semua tak sama lagi. Orang-orang banyak mengacuhkannya, sehingga “menolak” pasukan yang kembali dari Vietnam. Bahkan dalam film First Blood tersebut, John. J. Rambo – tokoh utama dalam film tersebut – menceritakan bahwa ia tidak berbicara ke orang-orang selama beberapa hari hingga minggu karena adanya gelombang penolakan terhadap pasukan yang kembali dari Vietnam. Berikut cuplikan dari film tersebut https://www.youtube.com/watch?v=PtWHgkNH5yU.

Sementara itu, sudut pandang dari berita-berita dari New Times, secara tidak langsung dibenarkan oleh veteran Perang Vietnam yang diwawancara. Menurut berita-berita tersebut rakyat Vietnam tidak menginginkan bahkan tidak menghendaki pasukan Amerika yang dikirimkan ke Vietnam. Hal ini dibenarkan oleh veteran tersebut, awalnya ia menghendaki penyambutan yang meriah dari rakyat, namun ia tidak mendapatkan sambutan sama sekali. Ia juga menceritakan bahwa musuh yang “tidak terlihat” membuat pasukan Amerika ini berpikir bahwa penduduk sipil adalah musuh mereka. Berikut adalah video rekaman dari veteran tersebut https://www.youtube.com/watch?v=tixOyiR8B-8.

Kamis, 29 September 2022

Oleh karena tugas kronik saya sudah selesai, maka saya mulai menyusun naskah untuk podcast. Saya menggunakan judul Kembali Ke Uteran, Kembali Ke Marganingsih: Sebuah Kenangan. Karena sebuah kenangan “intim” saya dengan buku itu, maka saya sebenarnya tidak ingin mengulas isi bukunya. Tetapi, saya merasa jika tidak menambahkan ulasan isi buku itu maka hasil rekaman akan kurang dari 15 menit. Oleh karena itu, saya menambahkan sedikit kelebihan dan kekurangan dari buku ini dengan membandingkannya dengan kumpulan cerpen karya Idrus yang berjudul Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma. Saya membandingkannya dengan cerita pendeknya yang berjudul Surabaya, sebab Sumarso Sastrowardoyo pernah mengabdikan dirinya sebagai tentara sekaligus ahli bedah di Surabaya. Mulailah banyak hal-hal kecil yang tak pernah tertuliskan dalam sejarah besar nasional Indonesia mengenai hal-hal kecil yang menarik, bagaimana menariknya dengarkanlah podcast saya hehe….

Akhirnya saya mulai melakukan perekaman sekitar pukul 22.00 sampai larut malam hingga dini hari. Sebab saya melakukan perekaman per-paragraf dan saya melakukan banyak sekali kesalahan, baik itu belibet saat ngomong atau kelupaan satu poin pembicaraan. Hasilnya rekaman saya jadi sepanjang 17/18 menit sebelum diedit.

Jumat, 30 September 2022

Setelah rekaman, saya mencoba mengedit rekaman suara dengan menambahkan musik pembuka dan penutup. Sekaligus menghapus jeda-jeda kosong di antara rekaman suara. Untuk musik pembuka dan penutup saya menggunakan musik dari video game Valiant Heart: The Great War. Siang itu saya iseng-iseng saja mendegarkan musik latar dari video game tersebut hingga akhirnya mendapatkan satu yang cocok, judulnya Time to Relax, musik itu bisa diakses di https://www.youtube.com/watch?v=xZfiIojsIYI. Entah mengapa musiknya sangat cocok untuk acara yang membicarakan soal buku, mungkin perasaan saya saja. Setelah selesai menambahkan musik latar, dan menghapus jeda-jeda tersebut saya jadi kaget sendiri. Jadi aneh sekali hasilnya, lalu saya menanyakan hal ini ke Diksa, dan benar saja jeda kosong dalam rekaman suara tetap diperlukan jadi tidak harus dihapus semauanya. Ya sudah, untuk pengalaman saja bahwa jeda dalam sebuah rekaman suara tetap diperlukan.

Sabtu, 1 Oktober 2022

Tidak berguna, itulah kesimpulan dari jawaban pemateri soal hobi saya dalam mengoleksi koran. Kenapa? Sebab hobi itu menurut saya sudah ketinggalan jaman – setelah mendapatkan jawaban dari pemateri. Saya dapat menyimpulkan demikian karena instansi pemerintah sudah menjaganya dan menyimpannya. Tetapi saya kurang setuju sebenarnya – tetapi jawaban saya tulis saja – hal ini karena khastara (milik Perpunas) belum menyediakan alat untuk mencari tanggal koran tersebut secara detail, sehingga dari 216 halaman yang terdiri atas 10 koran harus dicari secara manual. Tampaknya hal itu akan membuang waktu jika tidak diurutkan dan dirapikan dalam folder-folder dengan penanggalan yang kronologis. Saya juga menyadari kebingungan saya setelah mendownload semua ini, untuk apa. Jawabannya sederhana saja, dikronik berdasarkan tema-tema tertentu atau sesuai dengan kehendak saya sendiri. Tentu saya langsung menyadari bahwa bukan tugas mudah untuk mengkronik 2160 file koran dari periode 1950-an hingga 1960-an. Tapi tidak jadi masalah serius buat saya, malah saya mendapatkan “pr” untuk membuat kronik agar koleksi saya dapat “berbicara.” Memang keinginan saya yang terdekat adalah membuat kronik seputar perpolitikan di Yogyakarta pada periode tersebut, tentu masih ada hal menarik yang dapat dikulik-kulik.

Minggu, 2 Oktober 2022

Hari tema yang disampaikan memang menarik, terutama soal selingkung. Saya baru tahu bahwa setiap instansi punya kebijakan tersendiri terhadap penggunaan kata-kata hingga perkara teknis lainnya. Sehingga hal ini menjawab pertanyaan, kronik saya diberikan masukkan untuk tidak perlu diberikan tab disetiap awal paragraf. Memang saya sempat protes, sebab kalau tidak demikian tidak tampak rapi dan membingungkan untuk melihat perpindahan paragraf. Lalu saya menyadari bahwa inilah selingkung Radio Buku, dan saya yang harus mulai membiasakan diri dengan selingkung disini. Sedangkan pembicara yang kedua membahas masalah teknis pengolahan data yang saya nilai canggih sekali. Tentu saja saya ingin mempelajari teknik itu, terutama untuk menentukan tema hingga sumber tulisan. Tapi saya jadi tak fokus, penjelasan semacam itu memang enaknya bertemu langsung – pertemuan tadi lewat Zoom – dan berpraktek secara langsung juga. Saya juga baru tahu kalau ada situs web yang tampaknya milik MA yang berisi file-file berisi putusan hukum kalau tidak salah. Ini jadi menarik sebenarnya, karena dapat melihat kisruh Kasunan Solo beberapa waktu lalu. Dengan catatan, kalau masalah itu sampai ke MA. Sementara itu, materi dari Mas Faiz sebenarnya sangat menarik tetapi tidak berkenaan dengan saya saat ini, mungkin kelak, semoga saja. Saya merasa materi itu harusnya diberikan ketika akan turun KKN, bagaimana harus berbaur dengan masyarakat dengan cara mengosongkan isi kepala, flexibe, dan menaruh frame milik kita di belakang bukan di depan. 


Posted

in

by