Seseorang dalam hidupku pernah bilang, bahwa yang terpenting adalah perjalanannya bukan tujuannya. Mungkin itulah hal yang aku maknai dari kegiatan seminggu ini. Perjalanan pertama, diawali dengan kunjungan ke diorama arsip di DPAD Yogyakarta. Selama di sana, aku banyak mengetahui kenapa Yogyakarta banyak dikatakan orang-orang sebagai kota yang istimewa. Bagaimana tidak, selama masa perkembangannya, kota itu mengalami banyak lika-liku yang syarat akan makna. Selain itu, konsep diorama yang dihadirkan juga menjadikkan poin tersendiri untuk menikmati keindahannya.
Perjalanan kedua, kita diarahkan berkunjung ke Langgar.co yang tempatnya sangat jauh di ufuk timur. Hal itu tentunya menyalahi kodrat Biksu Tong Sang Cong, yang mengarahkan kita untuk melakukan perjalanan ke barat untuk mencari kitab suci. Namun, setelah aku sampai ke tempat yang sangat plosok itu, aku baru menyadari bahwa ternyata Biksu Tong Sang Cong mungkin akan menyesali perjalanannya. Bagaimana tidak, ketika di sana kita bertemu dengan mas Irfan Afifi yang mengajarkan tentang kebudayaan dan pencarian jati diri. Saya tidak begitu ingat dengan pasti kata-kata yang diucapkan beliau, yang jelas satu poin menarik yang dapat saya tangkap adalah bahwa agama dan budaya adalah satu hal yang ternyata dapat berdiri saling berdampingan, dan dengan diimbangi dengan pencarian jati diri maka kebahagian, kerukunan, dan kedamaian dapat tercipta.
Hari ketiga kita bertolak ke utara menuju markas Mojok.co yang sejauh ini masih menjadi kiblat dunia literasi di Jogja. Banyak ekspektasi saya selama perjalanan menuju ke sana. Namun, semua hampir sirna karena ternyara sesampainya di sana sebagian besar obrolan yang terjadi hanya seputar Mojok sebagai media dan bukan bagaimana awalnya mereka sebagai komunitas mampu meng-influence dan akhirnya menjadi media. satu-satunya penyelamat harapanku adalah bertemu dengan Puthut secara langsung saja.