Bagi kita yang beragama baik-baik dan pemeluk sebuntal iman yang kukuh, mungkin Salman Rushdie, pengarang Anglo-India ini bukan tipikal sastrawan yang patut ditiru. Di buku Satanic Verses itu, misalnya, ia seenaknya membabat dan menabrak pakem apa pun dalam agama: sejarah kenabian, pelintiran nama-nama suci, memfanakan eksistensi malaikat dan Tuhan, dan seterusnya.
Bukankah mestinya sastrawan dengan nafiri dan gendang kesusastraannya terus mendendangkan dan menabuhkan ruh-ruh agama agar spiritualitas pembaca bisa terpapah menuju Tuhan. Tampaknya Rushdie memang bukanlah tipikal “sastrawan lurus”, “sastrawan islami”, “sastrawan sufi” atau apa pun sebutan keren untuk sastrawan berkarya dengan napas demikian. Rushdie justru berada pada titik yang sebaliknya. Mempertanyakan semua yang lurus, mempermainkan semua yang dianggap benar, atau bahkan merubuhkannya kalau perlu jika “kebenaran” dan semua yang “lurus” itu dirasa malah membekukan imajinasi.
Bacalah, The Satanic Verses (1988), dan kalian akan menyaksikan sirkuit kenakalan yang luar biasa dahsyatnya. Sebuah novel yang membuat hidupnya berenang dalam paranoida yang genting dan terjerat dalam insomnia tanpa jeda.
Tapi Rushdie bukan hanya The Satanic Verses, tapi juga beberapa karyanya, baik novel, cerpen, maupun esei. Beberapa di antaranya ada dalam koleksi Perpustakaan Indonesia Buku.
- The Satanic Verses
- Midnight’s Children (Original maupun Terjemahan Serambi)
- Rambut Sang Nabi
- East West
- Menulis Itu Indah: Pengalaman Para Penulis Dunia (Kumpulan Esai Ihwal Pesohor, Termasuk Kisah Salman Rushdie)
Kunjungi Perpustakaan Indonesia Buku, Jl Patehan Wetan No 3, Alun-Alun Selatan, Kraton Yogyakarta. Buka dari Senin-Sabtu, pukul 10.00 pagi sampai dengan 10.00 malam. Dan setiap Sabtu Malam Pukul 08.00 (Bakda Isya) ada pemutaran film buku oleh Cine Book Club (Dapatkan door prize, berupa tiket masuk bioskop).