Brilliant Yotenega | Pencetak Mimpi Para Penulis Pemula di nulisbuku.com | Jakarta

Apa yang bisa diberikan kepada Indonesia? Pertanyaan itu selalu terngiang di telinga Brilliant Yotenega (37). Hendak menjawab pertanyaan itu, dia mengajak semua orang untuk menulis buku dan menerbitkannya sendiri. Dia mengajak para penulis mencetak mimpi-mimpi mereka di nulisbuku.com.

Laman nulisbuku.com membuka kesempatan kepada semua orang untuk menulis, mengunggah, menerbitkan, sampai menjual karyanya dalam bentuk buku. Beberapa penawaran, seperti penerbitan ISBN, pembuatan sampul, percetakan, paket, sampai pemasaran bisa dipilih. Jika penulis mau mencetak saja dan ingin mengerjakan proses lainnya secara mandiri, tentu saja boleh.

Brilliant YotenegaUntuk bisa menerbitkan buku sendiri, akun harus dibuat. Hingga kini, nulisbuku.com mempunyai lebih dari 50.000 anggota yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk penerbitannya, unggah tulisan dalam ukuran 13 x 19 sentimeter dan 11 x 17 sentimeter. Untuk kertas juga disediakan dua pilihan, HVS dan novel. Dua pilihan tersebut untuk memudahkan proses pencetakan.

Penulis juga akan diberi masukan berapa harga minimal buku sekaligus royalti setiap buku yang akan diterima. Harga minimal sebuah buku Rp 33.000. Jika penulis menjual bukunya dengan harga mahal, royalti juga lebih banyak.

Dengan cara ini, penulis tak perlu menunggu terlalu lama meraih mimpi menerbitkan buku. Di penerbitan mandiri ini, setelah naskah disetujui, penulis hanya butuh waktu dua minggu untuk bisa memegang buku karyanya sendiri.

Di laman itu, banyak penulis dengan berbagai kategori. Ada penulis yang sudah menerbitkan bukunya lebih dari sekali seperti Lingga Darmawan. Lingga telah menerbitkan buku 4G Handbook dua jilid dan buku Entrepreneurial MBA. Selain Lingga, ada beberapa nama penulis yang cukup ternama, seperti Ika Natassa dan Liliana Tan. Saat ini, nulisbuku.com memiliki 4.000 judul buku dan bisa mencetak 150 judul buku per bulan.

Sebagai salah satu pendiri, Brilliant Yotenega atau akrab disapa Ega, menyebut usahanya sebagai print on demand, mencetak sesuai dengan permintaan dan kebutuhan. Ega yakin, self publishing (penerbitan mandiri) dengan mencetak sesuai pesanan ini akan jadi penerbitan masa depan.

Namun, Ega mengatakan, nulisbuku.com bukan penerbit. ”Kami adalah mitra para penulis untuk menjadi penerbit sendiri. Sebenarnya, yang menjadi penerbit adalah penulis sendiri. Penulis punya hak cipta karyanya, boleh menawarkan ke pihak lain. Saya malah senang kalau ada yang menarik bukunya karena mau diterbitkan perusahaan penerbitan,” ujarnya.

Gagal, terpuruk, dan bangkit

Saat masih kuliah di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Ega sudah merasakan bagaimana mendirikan sebuah usaha bersama teman-temannya dan menikmati hasilnya. Tahun 2005, bersama dengan beberapa teman, dia mendirikan PT Pelangi Grafika di bidang desain produk. Demi menjalankan usahanya, Ega yang sudah kuliah selama empat tahun memutuskan berhenti.

”Meski begitu, saya selalu bertanya kontribusi apa yang bisa saya berikan kepada bangsa ini? Masih kuliah, punya duit sendiri, apakah hanya ini? Lalu, saya mencari terus,” ujar Ega.

Seiring berjalannya waktu, Ega mendapat pengalaman di bidang percetakan sampai kemudian mengetahui teknologi print on demand. ”Memang ada lho dari komputer bisa langsung dicetak, bukunya seperti dari percetakan. Lalu, kami beli mesin cetak baru. Tetapi, setelah mengetahui mesin itu, saya baru tahu kalau mesin ini untuk perusahaan penerbitan,” kata Ega, penulis buku Merantau The Series dan In The Eyes of The Storm.

Salah satu kendala penerbitan mandiri saat itu adalah akses internet yang sulit dan mahal. ”Di Surabaya, untuk mengunggah satu naskah buku dengan besar 1 MB membutuhkan waktu yang lama. Akhirnya, penerbitan buku enggak laku, mesin dijual,” kata Ega.

Usaha yang gagal membuat Ega terpuruk sampai berdiri pun lutut bergetar. Apalagi, saat itu, pada 2008, dirinya baru saja menikah. Dia memutuskan pindah ke Jakarta, meraih impian baru. ”Ide usahanya bagus sekali, tetapi timing-nya tidak tepat,” katanya.

Setelah menjejakkan kaki ke Ibu Kota, Ega sempat menjadi pekerja kantoran selama dua tahun. Cita-citanya membuat perusahaan penerbitan mandiri masih membara. Ega tetap ingin menjadi pengusaha yang bisa juga memberikan sesuatu kepada orang lain. ”Saya ingin menjadi businessman yang seniman, meniru ayah saya,” ungkap Ega menyinggung ayahnya, Yohanes Kombang Ali.

Sambil bekerja, dia tetap menyusun rencana usaha. Beberapa kali, dia mengajukan proposal usaha ke para investor. Bukan hanya sekali ditolak, melainkan berkali-kali. ”Pertanyaan calon investor selalu sama, memangnya ada orang Indonesia yang mau menulis buku dan menerbitkannya sendiri? Saya juga berpikir, iya, ya, siapa yang mau,” ujar Ega.

Hingga kemudian, pada 2010, ada investor membantunya membeli sebuah mesin cetak print on demand dengan harga miliaran rupiah. Dia pun menggandeng pendiri kutukutubuku.com, Aulia Halimatussadiah. Selain itu, ada dua temannya lagi, Angelina Anthony dan Oka Pratama. Dalam perjalanan usahanya, salah satu pendiri, Angelina, mengundurkan diri dan diganti Nina DK.

Di acara Indonesia Book Fair 2010, bekerja sama dengan Mizan Digital Publishing, peluncuran laman nulisbuku.com ditandai penerbitan buku dari 99 penulis. Cepatnya perkembangan teknologi selaras dengan perkembangan penerbitan mandiri yang dikelola empat orang tersebut. Lewat media sosial dan laman, penerbitan mandiri mulai dilirik masyarakat.

Untuk anggota yang sudah tersebar di seluruh Indonesia, nulisbuku.com membentuk Nulis Buku Club. Di Jakarta, komunitas itu bertemu sekali sebulan untuk ajang berbagi sekaligus promosi. ”Setiap penulis bisa mempromosikan karyanya di pertemuan itu. Kalau di kota-kota lain, bergantung pada anggotanya yang mau mengadakan pertemuan, kami menyediakan format acaranya,” kata Ega.

Dalam perjalanan selama lima tahun, nulisbuku.com mendapatkan penghargaan SparX Up Award untuk kategori Best e-Commerce pada 2010 serta Indonesia Innovates Heroes 2013 dari Google Indonesia, Ogilvy, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2013).

Masih banyak mimpi Ega yang ingin dicapai. Dia ingin lebih banyak orang menulis. Tak salah jika Ega memilih tagline,Publish Your Dream, untuk usahanya. ”Saya ingin memberikan kontribusi lebih besar lagi untuk dunia literasi. Budaya bangsa yang tinggi ditentukan budaya literasinya,” kata Ega.

 

Sumber: Kompas, 4 Agustus 2015


Posted

in

by

Tags: