Adinda Putri Pertiwi

Saya Adinda Putri Pertiwi, anak perempuan bungsu dari keluarga musisi, lahir di Ngawi pada 2 Mei 1998. Ayah saya merupakan seorang dosen musik, ibu saya dulunya adalah penyanyi keroncong, dan abang saya adalah seorang musisi cellist dan juga pendidik. Meskipun keluarga kental akan latar belakang seni musik, saya memutuskan musik sebagai hobi dan teman refleksi untuk menemukan jati diri. 

Sejak SMA, saya sudah memiliki perhatian terhadap sistem pendidikan. Saya bersekolah di SMA Negeri 1 Teladan Yogyakarta. Rasa penasaran dan keresahan terhadap sistem pendidikan ini dipengaruhi oleh pengamatan saya selama bersekolah sejak sekolah dasar hingga kuliah. Bisa dibilang saya beruntung karena semasa SD saya diampu selama dua tahun setengah oleh guru yang benar-benar pendidik, Bu Lina, sehingga saya memiliki kepekaan terhadap permasalahan pendidikan. Pemikiran saya tentang sistem pendidikan dipengaruhi oleh hasil diskusi saya dengan abang dan juga pengalaman saya ketika berkegiatan musik orkestra di komunitas Indonesian Youth Symphony Orchestra. Buah pemikiran pertama tentang pendidikan pertama kali disalurkan dalam lomba pidato bahasa Inggris dengan judul “Education of My Country”.

Saya melanjutkan kuliah di Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada. Selama kuliah, saya aktif di unit kegiatan mahasiswa Gadjah Mada Chamber Orchestra (GMCO). Saya dipercayai oleh teman-teman untuk mengelola divisi latihan dengan misi meningkatkan antusiasme pemain ketika latihan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, saya berusaha untuk membuat sistem latihan rutin dengan mengkoneksikan mereka dengan pengajar eksternal, dan menghadirkan ruang diskusi inspiratif dengan musisi berlatarbelakang pendidikan non-musik. Pengalaman berdedikasi di komunitas ini membantu saya lebih yakin dengan bidang pendidikan dan pengembangan manusia sebagai bidang yang saya pilih selanjutnya. 

Setelah lulus kuliah, saya bekerja di sebuah yayasan di bidang pendidikan, yaitu Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM). Yayasan ini memiliki fokus untuk transformasi mindset dan perilaku guru dan pengembangan profesionalisme guru. Di sini, saya memiliki kesempatan untuk mengulik rasa penasaran saya tentang permasalahan sistem pendidikan melalui interaksi dengan guru-guru, kepala sekolah, pengawas, birokrat daerah, hingga dirjen pendidikan vokasi.

Dua tahun bekerja membuat saya menemukan lagi jati diri yang lainnya, yaitu adanya keinginan untuk fokus membangun karir di bidang riset dan advokasi kebijakan. Pengalaman di GSM membuat saya memahami bahwa isu pengembangan profesionalisme guru adalah hal yang signifikan untuk “digarap” dalam lingkaran permasalahan sistem pendidikan dan sesuai dengan pengalaman dan personal saya.


Posted

in

by