Dr Budiawan adalah pengajar di Program Studi Kajian Budaya dan Media, Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Bukunya yang diterjemahkan dari disertasinya diberi judul “Mematahkan Pewarisan Ingatan” membuat cukup dikenal sebagai sejarawan andal, selain memang pernah menamatkan sarjana sejarah. Buku itu disebut-sebut sebagai buku yang menjembatani dalam upaya rekonsiliasi korban 1965. Apa yang melatarbelakangi Budiawan menulis dengan tema tersebut? Selain menjelaskan konteks bukunya yang fenomenal itu, Budiawan juga bercerita tentang buku-buku yang mempengaruhi pada pilihan hidupnya. Nah, inilah yang menjadi cerita paling awal yang booklovers dengar.
1 #Budiawan, pengajar di prodi Kajian Budaya dan Media, Pascasarjana UGM. Bercerita #BukuPertama baginya adl bagian narsis
2 Ketika kecil pernah dilanggankan majalah “Kuncung”. SMP ke kota, ia heran dg bioskop. Nyaris tiap hari nonton. Tak kenal buku #Budiawan
3 SMA masuk Debrito, karna ada jurusan bahasa dan budaya. perkenal dengan buku dimulai, terutama Sastra dan Budaya #Budiawan
4 #Buku1 yg pengaruhi hidupnya adl R Muhammad Ali, Perdjuangan Feodal. Covernya warna merah menyalan, gambar keris #Budiawan
5 #Buku1 itu persoalkan karya2 terdahulu. KOk ada candi megah? Pasti ada pengerahan tenaga kerja, pasti ada kekuasaan, pasti banyak korban #Budiawan
6 #Buku1 Mekanisme pemaksaan tenaga kerja tak hanya dg pemaksaan telanjang, tp juga pemaksaan ideologis, namanya Agama #Budiawan
7 #Buku2 akhir kelas 1 SMA. Teori Evolusi: Asal dan Tujuan Manusia, Franz Dähler (@kanisiusmedia ). Covernya ada air terjun dibalik rerimbunan pohon #Budiawan
8 #Buku2 jembatani antara agama dan sians. Teori evolusi yg ditentang agama. Sebenarnya tidak bertentangan frontal, hanya dg bahasa yang beda #Budiawan
9 #Buku2 Bahasa agama beda dg bahasa sains. Agama itu metaforik, simbolik. Ayat agama tak bisa ditangkap sprti percakap sehari2 #Budiawan
10 #Buku3 SMA, #Budiawan sdh baca Tetralogi PAT. Gambaran sejarah awal abad 20 jd hidup. Relasi priyayi-jelata, indo, kulit putih putih, pribumi, semua nyata.
11 #Buku3 Tetralogi PAT lebih hidup drpd buku sejarah formal yg kering. Hingga kini, masih hidup di kepala. Beruntung krn baca sebelum buku itu dilarang #Budiawan
12 Buku turut membentuk siapa diri kita dlm perjalanan hidup selanjutnya. Ketiga buku itulah yang membentuk #Budiawan kini. #Budiawan
13 Dari #Buku1, #Budiawan memilih jurusan sejarah ketika kuliah. Gurunya turut membantu, Pak Ristanto & Pak Sumantri Hadi Winoto
14 Meski sejarah jd pilihan ke 4 teman2 seangkatan, Budiawan mantap sebagai pilihan 1. Ia jd paling cerewet di kelas sejarah #Budiawan
15 Lulus dari Jur Sejarah, tapi bingung. Ga bisa buat cari duit. Ia nasihati anaknya, “kamu boleh suka sejarah, tp jangan kuliah di sejarah” #Budiawan
16 #Budiawan Pernah 1 semester STF Driyarkara. Lalu masuk prodi Pembangunan pascasarjana #UKSW. Buku referensinya selalu buku babon
17 Misalnya Marx. Harus baca buku aslinya. Bahasanya sangat sulit. Kalo orang bicara/kritik Marx tp tak pernah baca buku aslinya, itu bukan intelektual #Budiawan
18 Studi Pembangunan tidak membuat #Budiawan tidak alergi pada bidang ilmu tertentu. Tp statusnya jd tidak jelas, ambivalen
19 Studi Pembangunan #UKSW tak selesai, diusir krn politik kampus. Masuk pascasarjana NUS (Singapura), Kajian Asia Tenggara, juga S3 #Budiawan
20 #Budiawan mengaku tesis biasa, tp “intime”. Tepat waktunya saat orang2 teriak soal rekonsiliasi
21 Disertasi #Budiawan, Wacana antikomunitas itu instrumen Orba untuk gebug lawan politik yg halangi Orba. Meski Orba tersingkir tp wacana masih hidup
22 “Piye kabare? Isih enak jamanku to?” Ini juga upaya penanaman kembali wacana Orba. Judulnya disertasinya, “Mematahkan Pewarisan Ingatan” #Budiawan
23 Idenya dr rekonsiliasi yg diusahakan pemuda NU. Melihat sejarah dari kacamata yang berbeda sama sekali #Budiawan
Booklovers, demikian #23tweets tentang #Budiawan. Saya Dik Vivi, @fairuzulmumtaz melaporkan. Semoga menginspirasi