Maftuhah Hamid lulusan jurusan Matematika yang berbelok menjadi editor buku pada sebuah penerbit Galang Press. Ia menyenangi buku sejak sejak usia SMA dengan terlibat dalam kegiatan jurnalis. Ketika kuliah, ia juga melibatkan diri di kegiatan jurnalis. Ia tekuni saja dan rajin menulis. Di Penerbit Galang, mulanya ia desain grafis. Namun ia tak hanya tinggal diam di situ saja. Ia juga membantu editor hingga akhirnya dipercaya sebagai editor.
Nadia Aghnia Fadhillah menuliskan transkrip obrolan bersama Maftuhah Hamid dalam #23Tweets:
1 Sehari2nya, @maftuhaH_ dikepung buku. Ia bekerja di @galangpress sebagai editor. Mulanya desain grafis #23tweets
2 Ketertarikan @maftuhaH_ pd buku mulanya dg menekuni kegiatan Jurnalis di sekolah, diteruskan ketika kuliah #23tweets
3 Menurut @maftuhaH_ Kerja editor adl meramu draft menjadi sebuah naskah yg layak dibaca khalayak #23tweets
4 @maftuhaH_ sbg editor tak hanya diam di kantor, ia jg membangun jaringan. Keluar tak bawa kartu nama adalah kesalahan #23tweets
5 Menerbitkan buku harus memenuhi tuntutan pasar. Bagi @maftuhaH_ trend buku sama seperti trend musik #23tweets
6 @maftuhaH_ : Kalo ingin menulis tak perlu mikir pasar. Pasar itu urusan penerbit. Kecuali kalo nulis buku populer #23tweets
7 @maftuhaH_ : “Buku Laku” tak hanya ditentukan pasar. Bisa krn isu, tema, penulis, komunitas, media, dll. Seperti “Gurita Cikeas” #23tweets
8 Ikuti “trend isu” bukan trend “buku” sprt @galangpress yg dikenal dg buku2 sospol dan kontroversi cc @maftuhaH_ #23tweets
9 Beda dg penerbit indie, tak butuh isu & moment. Lebih pada kesepakatan antara penulis & penerbit cc @maftuhaH_ @indiebookcorner #23tweets
10 @maftuhaH_ : Seorang penerbit tak harus lulusan Fak Bahasa sastra. Asal tekun & tahu buku. Selebihnya sambil jalan #23tweets
11 Siapapun bisa jadi penulis. Biasanya terinspirasi dr buku lain. Setelah nulis, posisikan diri sbg pembaca cc @maftuhaH_ #23tweets
12 @maftuhaH_: Untuk buku “Gurita Cikeas” idenya dr Pak George. @galangpress membantu penerbitan & promosi #23tweets
13 Penerbit Indie buka peluang luas bagi penulis. Produksi & distribusinya beda dg penerbit major cc @maftuhaH_ @indiebookcorner #23tweets
14 Di penerbit major, penulis modal naskah. Lainnya urusan penerbit. Kalo indie kesepakatan keduanya cc @maftuhaH_ @indiebookcorner #23tweets
15 Jika penulis yakin tulisan diterbitkan penerbit major, segera kirim. Lebih untung tp selekstif. cc @maftuhaH_ @indiebookcorner #23tweets
16 kalo di penerbit indie, kemungkinan menolak sangat kecil asal bisa mendanai cc @maftuhaH_ @indiebookcorner #23tweets
17 Menerbitkan buku itu gambling. Spekulasi. Yakin buku itu terjual tapi nyatanya meleset cc @maftuhaH_ #23tweets
18 “Buku Laku” selain dr isu, juga harga. Meski banyak tema sama, tp kalo lbh murah bisa jadi laku cc @maftuhaH_ #23tweets
19 Setiap penerbit memiliki sistem kerjasama berbeda. Ada yg royalti & beli putus. Pilih tipe kerjasama anda cc @maftuhaH_ #23tweets
20 Beli putus adl beli naskah kontan. Royalti bagi hasil penjualan. kalo penerbit indie kerjasamanya beda lagi cc @maftuhaH_ @indiebookcorner #23tweets
21 “Ayo, kita menulis” ajak @maftuhaH_. Agar berguna bagi yg lain. Menerbitkan buku adl berbagi ilmu #23tweets
22 Penerbit @galangpress membuka peluang bagi naskah apapun. “Kirimkan dulu, biar kami seleksi” kata @maftuhaH_ #23tweets
23 @maftuhaH_ menyenangi buku2 sastra dan buku2 inspiratif. Menguasai ilmu sastra itu penting bagi editor #23tweets
Nah booklovers, itulah tadi obrolan dan #23tweets bersama @maftuhaH_. Terima kasih telah mendengarkan. Saya, Nadia Aghnia Fadhillah, @nadanakaneh, melaporkan.