10 Kutipan ‘Kembali Menjadi Penyair’ Menurut Joko Pinurbo

1. Untuk menjadi penyair, mesti terlahir kembali sebagai penyair yang baru dengan cara yang baik dan lebih efisien. Mula-mula, siapkan kamusmu, Penyair. Kamus adalah senjata setiap penyair untuk menimba diksi.

2. Draf pertama naskah adalah sampah, kata Hemingway. Maka kata saya, seni menulis adalah seni mengolah sampah menjadi mutiara. Batu akik, paling tidak.

3. Saya tidak menyoal drafmu, tapi lihatlah koherensinya. Fokus atau tidak. Ide pokoknya apa. Bicara apa.

4. Ambillah jarak dengan sampah Anda ketika menyunting puisi sendiri. Hanya saat draf saja Anda sebagai “aku penyair”.

5. Yang paling berat dalam menyunting puisi adalah membuang sampah kata-kata sendiri. Ada rasa sayang dalam membuang. Jangan pernah mencintai sampah lebih mesra ketimbang mutiara.

6. Menggosok kata itu seperti menggosok akik hingga aura terbit.

7. Suntinglah puisimu hingga tingkat efisien yang maksimal. Kadang semalam suntuk saya hanya bisa menyunting satu baris puisi saya sendiri, menghabiskan bercawan-cawan kopi. Untuk satu puisi yang selesai biasanya saya mengeluarkan modal hingga Rp200.000.

8. Penyair yang bekerja itu penyair yang setiap saat memikirkan kata-kata.

9. Keindahan sebuah puisi ada pada detailnya. Jadilah penyair yang berusaha membaca puisi penyair lain secara detail.

10. Saya lebih percaya menulis puisi itu riset, tidak ada itu namanya ilham yang didapat bertapa tujuh harmal. Meriset kata dengan membuka kamus, menemukan logika dalam kalimatnya. ‘Puisi Kecil’ saya, misalnya, adalah puisi riset.

Sepuluh kutipan itu disampaikan Joko Pinurbo di Kelas Menulis Sewindu Indie Book Corner, 7 September 2017, di Dongeng Kopi, Jl Kranji Serang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, DIY. (gusmuh)


Posted

in

by